Olimpiade, ajang olahraga terbesar dan paling bergengsi di dunia, telah menjadi panggung bagi para atlet dari seluruh penjuru dunia untuk menunjukkan kemampuan terbaik mereka. Namun, di balik kemeriahan dan sorotan media, terdapat sejumlah fakta unik dan menarik yang jarang diketahui publik. Berikut ini, kami akan membahas 7 fakta menarik tentang Olimpiade yang mungkin akan membuat Anda melihat ajang ini dari perspektif berbeda.
1. Olimpiade Pertama Tidak Memiliki Medali Emas
Saat ini, medali emas adalah simbol tertinggi kemenangan dalam Olimpiade. Namun, tahukah Anda bahwa pada Olimpiade modern pertama di Athena tahun 1896, tidak ada medali emas yang diberikan?
Sebagai gantinya, pemenang pertama mendapatkan medali perak dan daun zaitun, sementara peringkat kedua mendapat medali perunggu. Sistem medali emas-perak-perunggu baru mulai diterapkan pada Olimpiade 1904 di St. Louis, Amerika Serikat. Perubahan ini bertujuan untuk menyesuaikan dengan sistem penghargaan modern dan nilai-nilai kompetisi global.
2. Olimpiade Pernah Mencakup Cabang Seni
Mungkin terdengar aneh, tetapi dari tahun 1912 hingga 1948, Olimpiade juga mencakup kompetisi seni. Kategori yang diperlombakan meliputi arsitektur, musik, sastra, patung, dan lukisan. Syarat utama karya seni yang dilombakan adalah harus bertema olahraga.
Contohnya, pada Olimpiade 1912 di Stockholm, seorang arsitek asal Finlandia bernama Yrjö Lindegren memenangkan medali emas untuk desain stadion. Namun, kompetisi seni dihapuskan karena dianggap sulit menilai keaslian karya serta mencampurkan profesionalisme dalam kontes yang semestinya amatir.
3. Atlet Termuda dalam Sejarah Olimpiade Berusia 10 Tahun
Fakta ini benar-benar mencengangkan. Dimitrios Loundras, seorang pesenam asal Yunani, berkompetisi dalam Olimpiade pertama tahun 1896 pada usia 10 tahun dan 218 hari. Ia berhasil memenangkan medali perunggu sebagai bagian dari tim senam Yunani.
Hingga saat ini, ia masih memegang rekor sebagai atlet termuda yang pernah memenangkan medali Olimpiade. Di sisi lain, ada pula atlet tertua, Oscar Swahn dari Swedia, yang meraih medali perak di usia 72 tahun pada Olimpiade 1920 di Antwerp.
4. Olimpiade Pernah Dibatalkan Karena Perang Dunia
Sepanjang sejarahnya, Olimpiade hanya tiga kali dibatalkan, semuanya karena peperangan besar. Olimpiade musim panas tahun 1916 dibatalkan akibat Perang Dunia I, sementara Olimpiade 1940 dan 1944 dibatalkan karena Perang Dunia II.
5. Ada Olimpiade Khusus untuk Musim Dingin
Banyak orang masih mengira bahwa Olimpiade hanya terdiri dari satu ajang besar. Namun, sejak tahun 1924, diadakan Olimpiade Musim Dingin (Winter Olympics) yang fokus pada olahraga seperti ski, snowboarding, hoki es, dan skating.
Yang menarik, hingga tahun 1992, Olimpiade Musim Dingin dan Musim Panas diadakan pada tahun yang sama. Namun mulai 1994, keduanya diadakan secara bergantian setiap dua tahun agar tidak saling membayangi dalam hal perhatian publik dan sponsor.
6. Atlet Bisa Bertanding Tanpa Mewakili Negara
Biasanya, atlet yang tampil di Olimpiade mewakili negara mereka masing-masing. Namun dalam beberapa kasus khusus, ada atlet yang bertanding di bawah bendera Olimpiade, tanpa mewakili negara manapun.
Hal ini terjadi misalnya pada Olimpiade 2016 di Rio de Janeiro, di mana 10 atlet pengungsi dari Suriah, Sudan Selatan, dan negara lainnya bertanding sebagai bagian dari Refugee Olympic Team. Langkah ini diambil oleh Komite Olimpiade Internasional (IOC) untuk menunjukkan solidaritas terhadap para pengungsi di seluruh dunia.
7. Olimpiade Modern Terinspirasi dari Yunani Kuno
Sebagaimana diketahui, Olimpiade berasal dari Yunani Kuno dan pertama kali diadakan pada 776 SM di kota Olympia. Olimpiade saat itu merupakan bagian dari festival keagamaan yang dipersembahkan untuk dewa Zeus. Hanya pria bebas yang diperbolehkan ikut bertanding, dan mereka bertanding tanpa busana sebagai simbol penghormatan terhadap bentuk tubuh manusia.
Olimpiade Kuno berlangsung hingga tahun 393 M sebelum akhirnya dilarang oleh Kaisar Romawi karena dianggap bertentangan dengan nilai-nilai Kristen. Barulah pada akhir abad ke-19, seorang bangsawan Prancis bernama Pierre de Coubertin menghidupkan kembali ajang ini dalam bentuk yang lebih modern.