Sepak bola modern tidak akan sama tanpa gegenpressing. Strategi menekan balik lawan sesaat setelah kehilangan bola ini telah menjadi fondasi taktik bagi banyak pelatih papan atas Eropa.
Namun, siapa saja sosok yang menjadikan gegenpressing bukan sekadar teori di atas kertas, melainkan senjata mematikan di lapangan?
Jurgen Klopp: Raja Gegenpressing dari Jerman
Nama Jurgen Klopp hampir selalu disebut pertama ketika berbicara tentang gegenpressing. Filosofi ini menjadi denyut nadi tim-tim asuhannya sejak awal karier kepelatihan. Bersama Borussia Dortmund, Klopp sukses mematahkan dominasi Bayern München dengan meraih gelar Bundesliga dua musim beruntun pada 2010-11 dan 2011-12. Gaya main Dortmund kala itu menjadi tontonan menghibur sekaligus menakutkan: intens, cepat, dan kolektif.
Kesuksesan Klopp berlanjut di Liverpool. Dengan gegenpressing yang diterapkannya, The Reds tidak hanya menjuarai Liga Champions, tetapi juga mengakhiri penantian panjang gelar Liga Primer Inggris setelah 30 tahun. Bagi Klopp, pressing bukan hanya taktik, melainkan filosofi hidup timnya di atas lapangan.
Ralf Rangnick: Arsitek Taktik yang Mengubah Wajah Bundesliga
Jika Klopp adalah pelaksana gegenpressing paling brilian, maka Ralf Rangnick adalah arsitek utamanya. Pelatih sekaligus eksekutif asal Jerman ini menanamkan dasar-dasar gegenpressing sejak melatih Stuttgart dan Hannover, lalu menyempurnakannya di Hoffenheim, Schalke, hingga RB Leipzig.
Di Leipzig, Rangnick bukan hanya pelatih, tetapi juga perancang masa depan klub. Di bawah arahannya, tim ini tumbuh menjadi kekuatan baru Bundesliga, dengan gaya bermain agresif yang menekan lawan sejak awal hingga akhir pertandingan. Bagi Rangnick, gegenpressing bukan sekadar gaya bermain menyerang, tetapi cara mengendalikan pertandingan sepenuhnya.
Pep Guardiola: Perpaduan Tiki-Taka dan Counter-Pressing
Pep Guardiola dikenal dunia lewat tiki-taka—gaya umpan pendek cepat yang mendominasi penguasaan bola. Namun, ada satu aspek lain yang jarang disorot: pressing intens saat kehilangan bola. Di Manchester City, Guardiola memadukan filosofi Spanyol dan Jerman, memanfaatkan posisi kolektif pemain untuk segera merebut bola kembali di area depan.
Bagi Guardiola, menekan lawan sama pentingnya dengan menguasai bola. Ketika timnya kehilangan penguasaan, mereka menekan dengan cepat dan terorganisir untuk memaksa lawan membuat kesalahan. Filosofi ini sejalan dengan gegenpressing, meski dikemas dalam pendekatan khas Guardiola.
Warisan Gegenpressing di Sepak Bola Modern
Dampak gegenpresslng pada sepak bola modern begitu besar, hingga taktik ini telah menjadi standar pertahanan banyak tim elite. Kini, pressing tinggi bukan hanya tren, melainkan bagian penting dari strategi menyerang maupun bertahan.
Sepak bola terus berevolusi, tetapi satu hal pasti: gegenpressing akan selalu menjadi bagian dari percaturan taktik modern, diwariskan dari generasi Rangnick kepada Klopp, Guardiola, Tuchel, dan pelatih-pelatih masa depan lainnya.