Suasana Minggu pagi di jalanan ibu kota kini tak lagi sekadar lengang dan tenang. Pemandangan para pelari berkaus seragam, berlari dalam formasi rapi sambil tersenyum di bawah sinar matahari pagi telah menjadi pemandangan umum. Fenomena ini bukan terjadi di Jakarta saja, tetapi juga merambah ke kota-kota besar lainnya seperti Bandung, Surabaya, Yogyakarta, hingga Makassar.
Komunitas lari kini tumbuh subur di perkotaan, tak hanya sebagai wadah olahraga, tetapi juga bagian dari gaya hidup urban modern. Namun, muncul pertanyaan menarik: Apakah komunitas lari ini murni demi kesehatan, atau telah menjadi simbol status dan eksistensi sosial?
Dari Trotoar Menuju Tren Sosial
Lari dulunya dikenal sebagai olahraga individu yang sepi. Namun dalam satu dekade terakhir, lari justru menjadi kegiatan sosial yang semakin digemari berkat kehadiran komunitas-komunitas seperti Indorunners, Jakarta Running Club, Bandung Healthy Runners, dan banyak lainnya. Kini, lari bukan sekadar aktivitas fisik, tetapi sebuah pertemuan komunitas, ajang networking, dan bahkan strategi brand engagement.
Menurut data dari Runkeeper dan World Athletics (2024), jumlah komunitas lari di Indonesia meningkat lebih dari 300% dalam lima tahun terakhir. Bahkan, sejak pandemi COVID-19 mereda, lari menjadi salah satu kegiatan pertama yang kembali populer karena dinilai aman dilakukan di ruang terbuka.
Mengapa Lari Menjadi Pilihan Utama?
Ada beberapa alasan mengapa lari menjadi primadona bagi warga kota. Pertama, karena murah dan praktis. Olahraga lari tidak membutuhkan alat atau keanggotaan khusus seperti gym. Cukup sepatu yang nyaman dan niat kuat. Selain murah, juga lebih fleksibel. Olahraga lari bisa dilakukan kapan saja, di mana saja, mulai dari trotoar, taman kota, hingga lintasan stadion.
Selain itu, lari juga mendorong komitmen sosial. Banyak komunitas memiliki jadwal rutin seperti “Tuesday Night Run” atau “Sunday Long Run,” yang mendorong anggota tetap konsisten. Selanjutnya, terhubung dengan gaya hidup sehat. Lari sering dikaitkan dengan gaya hidup sehat, clean eating, hingga penggunaan teknologi wearable seperti smartwatch.
Di balik manfaat kesehatan yang tak terbantahkan, komunitas lari juga berkembang menjadi simbol identitas gaya hidup urban. Banyak pelari yang mengunggah pencapaian mereka di media sosial, lengkap dengan rute lari, pace per kilometer, dan bahkan outfit dari brand olahraga ternama.
Hal ini menimbulkan narasi bahwa lari bukan lagi sekadar olahraga, tapi juga soal penampilan, citra diri, dan status sosial. Beberapa brand besar seperti Nike, Adidas, hingga On Running juga ikut memperkuat tren ini dengan membuat apparel eksklusif khusus komunitas, kolaborasi event, dan sponsor untuk race tahunan.