Dalam sepak bola modern, banyak pelatih tidak lagi terpaku pada satu jenis sistem pertahanan. Mereka justru menggabungkan dua pendekatan utama—man marking (penjagaan pemain) dan zonal marking (penjagaan area)—dalam satu strategi yang dikenal sebagai penandaan hibrida.
Strategi ini paling sering digunakan saat menghadapi situasi bola mati, seperti tendangan sudut. Dalam skema ini, beberapa pemain bertahan dengan postur tinggi dan kuat ditempatkan di area strategis—biasanya di garis enam yard—untuk mengamankan zona tertentu.
Sementara itu, pemain bertahan lainnya ditugaskan untuk menempel langsung pada pemain lawan yang dianggap paling berbahaya, mencegah mereka bergerak bebas atau menyundul bola.
Jika dijalankan dengan benar, sistem hibrida ini bisa sangat efektif. Contohnya, Arsenal dikenal sebagai tim yang sangat kuat dalam situasi bola mati. Namun, laporan dari The Athletic menunjukkan bahwa salah satu cara paling efektif untuk menghentikan mereka mencetak gol dari tendangan sudut adalah dengan menggunakan sistem penjagaan hibrida.
Porto, misalnya, pernah menerapkan skema seperti ini: dua pemain menjaga zona di tiang dekat, satu pemain di titik penalti untuk mengantisipasi pergerakan dari lini kedua, dan dua pemain lainnya menjaga area luar kotak untuk mengantisipasi umpan pendek. Pendekatan ini terbukti berhasil.
Tak hanya saat bertahan dari bola mati, sistem hibrida juga bisa diterapkan di area lain dalam permainan. Di lini depan, pelatih bisa memadukan pressing satu lawan satu dan zonal untuk menekan lawan lebih efektif—mengambil keuntungan dari kekuatan kedua sistem.
Bagi pelatih, memilih pendekatan seperti ini bukanlah keputusan sembarangan. Mereka harus mempertimbangkan profil pemain yang tersedia, kekuatan lawan, dan kondisi pertandingan. Maka dari itu, sistem hibrida menjadi solusi fleksibel dan adaptif di era sepak bola modern.