Legenda Manchester United, Eric Cantona, melontarkan kritik keras terhadap pemilik minoritas klub, Jim Ratcliffe, beserta jajaran direksinya. Menurut Cantona, sejak Ratcliffe mengambil alih kendali operasional sepak bola klub pada Februari 2024, banyak keputusan yang justru merusak identitas dan nilai-nilai Manchester United.
Ratcliffe, miliarder asal Inggris yang juga pendiri INEOS, diketahui melakukan berbagai perubahan besar, termasuk memecat pelatih Erik ten Hag dan menunjuk Ruben Amorim sebagai penggantinya. Namun, performa tim belum membaik dan kini masih tertahan di posisi ke-13 klasemen Premier League.
Selain itu, ia juga menaikkan harga tiket dan melakukan efisiensi besar-besaran yang menyebabkan sekitar 450 staf kehilangan pekerjaan. Di sisi lain, Ratcliffe juga menggagas pembangunan stadion baru berkapasitas 100.000 kursi, menggantikan Old Trafford.
Cantona, sosok penting yang membantu United mengakhiri puasa gelar liga pada tahun 1993, menyatakan kekecewaannya terhadap arah baru klub. Dalam sebuah acara di FC United—klub non-liga yang dibentuk penggemar sebagai protes terhadap kepemilikan keluarga Glazer—Cantona mengatakan:
“Sejak Ratcliffe masuk, para direksi ini tampaknya berusaha menghancurkan segalanya tanpa menghormati siapapun. Bahkan stadion pun ingin mereka ubah. Padahal, jiwa klub terletak pada orang-orang yang menjadi bagian dari lingkungan ini—seperti keluarga besar. Penting untuk menghargai mereka sebagaimana Anda menghargai pelatih dan rekan satu tim.”
Ia juga menyayangkan keputusan untuk tidak lagi melibatkan Sir Alex Ferguson sebagai duta besar klub. “Ferguson lebih dari sekadar legenda. Kehadirannya mencerminkan jiwa United. Dan jiwa itu kini terasa hilang,” tambahnya.
Cantona, yang kini berusia 58 tahun dan aktif di dunia film, pernah membela Manchester United selama lima musim dan mempersembahkan empat gelar liga serta dua Piala FA. Ia percaya bahwa rencana untuk meninggalkan Old Trafford adalah sebuah kesalahan fatal.
“Stadion ini ikonik. Jika United meninggalkannya, mereka akan kehilangan jiwanya, sama seperti Arsenal saat meninggalkan Highbury. Saya tidak bisa membayangkan United bermain di tempat lain.”
Ia bahkan menyatakan pernah menawarkan diri untuk membantu membangun ulang klub, namun tawaran itu tidak mendapat tanggapan.
“Saya katakan, ‘Saya bisa sisihkan waktu dari syuting film dan fokus bantu membangun kembali klub’, tapi mereka tak tertarik. Itu menyedihkan. Mereka memilih jalur lain—jalur yang tak saya pahami.”
Sebagai penggemar setia, Cantona mengaku kecewa. Ia menyayangkan klub kini lebih banyak dikuasai oleh kepentingan bisnis ketimbang semangat dan kecintaan terhadap sepak bola.
“Saya mendukung United karena cinta. Tapi jika saya bukan mantan pemain dan harus memilih klub hari ini, mungkin saya tidak akan memilih United. Saya tidak merasa dekat dengan keputusan-keputusan seperti ini. Mungkin saya terlalu idealis, sedangkan mereka hanya memikirkan angka dan strategi. Saya tidak suka arah seperti itu.”