Di balik kilaunya lampu stadion dan sorak-sorai penonton, ada satu rahasia yang menjadikan tim-tim elite Eropa tampil menakutkan: gegenpressing.
Tak heran jika taktik ini diadopsi oleh banyak pelatih sukses, tidak hanya di tanah kelahirannya Jerman bersama Borussia Dortmund dan Bayern Munich, tetapi juga di liga-liga top Eropa lainnya.
Manfaat Utama Gegenpressing
Jika diterapkan dengan sempurna, gegenpressing menjadi alat ampuh untuk merebut bola di area tinggi dan posisi berbahaya. Bayangkan, hanya beberapa detik setelah kehilangan bola, tim Anda langsung menekan dan berhasil mencurinya kembali di dekat kotak penalti lawan. Hasilnya? Peluang emas untuk mencetak gol.
Filosofi utama gegenpressing memang tentang menekan lawan hingga membuat mereka melakukan kesalahan. Para penyerang dilatih untuk berburu secara berkelompok, seperti serigala yang mengepung mangsanya, agar bola bisa direbut dengan cepat sebelum lawan menata serangan.
Jurgen Klopp, salah satu pendukung terbesar strategi ini, pernah berkata, “Gegenpressing memungkinkan Anda merebut kembali bola lebih dekat ke gawang. Hanya satu umpan lagi dari peluang yang sangat bagus. Tidak ada playmaker di dunia yang bisa sebaik situasi gegenpressing yang baik.” Pernyataan Klopp tersebut tercermin jelas dalam permainan Liverpool, yang kerap memaksa lawan kehilangan bola di area berbahaya sebelum akhirnya dihukum dengan gol.
Kunci keberhasilan taktik ini terletak pada kecepatan reaksi para pemain depan untuk membaca isyarat, entah itu sentuhan buruk lawan atau umpan yang meleset. Begitu ada celah, tekanan langsung dilakukan dengan kecepatan dan koordinasi yang menakutkan.
Kerugian dan Risiko Gegenpressing
Namun, sehebat apa pun strategi, tidak ada yang sempurna. Gegenpressing memang menjanjikan dominasi permainan, tetapi gaya ini memiliki tuntutan fisik yang luar biasa tinggi. Pemain, khususnya di lini serang, dituntut memiliki kebugaran prima untuk menekan tanpa henti sepanjang 90 menit pertandingan.
Bahkan pelatih besar pun pernah merasakan sisi pahitnya. Contohnya, Leeds United di bawah Marcelo Bielsa sempat mengalami penurunan performa drastis pada akhir masa kepelatihan sang pelatih. Banyak pengamat menyebutnya “Bielsa Burnout”—kelelahan fisik yang membuat pemain kehabisan tenaga, menurunkan kualitas permainan, dan pada akhirnya berimbas pada hasil akhir tim.
Selain itu, gegenpressing juga menimbulkan tantangan lain bagi pelatih, yaitu saat mendatangkan pemain baru. Dibutuhkan waktu panjang untuk beradaptasi dalam sistem yang menuntut kecepatan tinggi dan koordinasi hampir telepati dengan rekan satu tim. Tidak semua pemain mampu memahaminya dengan cepat, sehingga pelatih harus bersabar membangun fondasi taktik ini di dalam skuadnya.