Wimbledon bukan sekadar ajang tenis bergengsi, ia adalah simbol tradisi dan keanggunan dunia olahraga. Grand Slam ketiga dalam kalender tahun ini berlangsung pada 23 Juni hingga 13 Juli 2025 di All England Lawn Tennis and Croquet Club.
Menariknya, turnamen tenis ini memiliki satu aturan paling ikonik, yakni semua petenis wajib mengenakan pakaian serba putih selama bertanding. Tapi apa yang membuat aturan ini begitu melekat, bahkan hingga dua abad kemudian?
Dalam satu kalender, ada empat turnamen Grand Slam, yakni Australia Open, French Open (Roland Garros), Wimbledon, dan US Open. Setiap ajang memiliki karakter unik. Australia Open dikenal dengan cuaca panas dan lapangan keras, French Open dengan tanah liatnya, US Open dengan lampu malam dan teknologi Hawk-Eye terbaru. Wimbledon? Jawabannya adalah lapangan rumput dan tradisi sempurna putih bersih dari kepala hingga kaki.
Sejarah Aturan Seragam Warna Putih Wimbledon
Asal-usul aturan seragam putih Wimbledon berasal dari era Ratu Victoria pada akhir 1800-an. Saat itu, olahraga seperti tenis masih dipandang sebagai aktivitas sosial kelas atas. Keringat dianggap tabu, salah satu alasan munculnya norma estetika. Warna putih dipercaya dapat menyamarkan noda dan keringat, menjaga kesan rapi, anggun, dan sopan.
Aturan ini semakin resmi pada awal abad ke-20. Sejak saat itu, siapa pun yang ingin tampil di All England Club harus mematuhi dress code baju, rok/celana, kaus kaki, sepatu, topi, bahkan pakaian dalam harus berwarna putih.
Selain itu, aksen seperti garis kerah atau lengan diizinkan, tapi hanya sepanjang 15 mm. Setiap pelanggaran bisa berujung pada permintaan ganti pakaian, denda, dan dalam kasus ekstrem, diskualifikasi.
Wimbledon dimainkan di lapangan rumput alami, yang sangat memantulkan cahaya. Warna putih membantu memantulkan panas, mengurangi efek panas matahari langsung pada pemain. Tak hanya itu, warna putih juga dapat meredam silau, menjaga pandangan dan ketepatan bola.
Selain itu, juga dapat menjaga gambar turnamen tetap elegan untuk penonton. MEski demikian, menurut Britannica, alasan utama dari awal adalah menyamarkan keringat yang saat itu dianggap memalukan. Aturan ini menghasilkan citra tertib, bersih, dan penuh prestise.
Revisi Modern Seragam Warna Putih di Wimbledon
Meski unik, aturan ini menuai kritik. Pada awal 1990-an, Andre Agassi, petenis flamboyan asal AS, menolak tampil di Wimbledon karena aturan ini. Bahkan beberapa petenis putri merasa terluka karena pakaian putih memicu tekanan psikologis selama masa menstruasi.
Sebagai respons, pada 2023 Wimbledon melakukan revisi kecil dengan mengizinkan atlet wanita mengenakan celana dalam gelap di bawah setelan putih. Namun, aturan utama tetap menjaga keseragaman putih secara keseluruhan. Perevisi ini menjadi langkah kecil namun signifikan bagi peningkatan kenyamanan mental dan fisik petenis.